JAKARTA – Kamis (30/01/2020) Bapak Kepala Badan yang pada hari ini diwakili oleh Bapak Indrajaya Ramzie, SH, M.Si (Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Fungsional dan Teknis) dalam kesempatan ini beliau membuka acara rapat koordinasi pengembangan kompetensi fungsional dan teknis di lingkungan kementerian dalam negeri tahun 2020 bertempat di Hotel Griya Persada Semarang Jawa Tengah.
Dalam sambutannya beliau menjelaskan bahwa “kegiatan rakor ini merupakan momentum yang tepat dalam rangka mengkomunikasikan informasi dan mengkonsolidasikan Jabatan Fungsional di lingkungan Kementerian Dalam Negeri yaitu Pengawas Penyelenggaraan Urusan Pemerintah Daerah (Pengawas Pemerintahan) dan Polisi Pamong Praja (Pol PP), terkait beberapa kegiatan antara lain: penilaian angka kredit, proses inpassing, pendidikan dan pelatihan, uji kompetensi/sertifikasi, pengangkatan/pengalihan dalam jabatan fungsional P2UPD. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Pengawas penyelenggaraan urusan Pemerintahan di Daerah dan angka kreditnya, P2UPD adalah Jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup, tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melakukan kegiatan pengawasan atas penyelenggaraan teknis urusan pemerintahan di daerah, di luar pengawasan keuangan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 4 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Polisi Pamong Praja dan angka kreditnya , Pol PP adalah jabatan fungsional yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggungjawab, dan wewenang untuk melakukan kegiatan penegakan peraturan daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Ditinjau dari perspektif historis dan norma hukum, keberadaan Kementerian Dalam Negeri memiliki posisi strategis dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan secara nasional. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, sejak dahulu hingga saat ini, Kementerian Dalam Negeri mengelola sistem pemerintahan berdasarkan asas dekonsentrasi, desentralisasi dan tugas pembantuan. Dengan posisi dan peran ini, maka sesungguhnya Kemendagri merupakan: satu di antara triumvirat Negara; pembina politik dalam negeri; pemangku kebijakan politik-polisionil pemerintahan; pengelola pemerintahan daerah berdasarkan asas dekonsentrasi, desentralisasi dan pembantuan; serta pelaku misi Bhineka Tunggal Ika. Kemendagri merupakan salah satu kementerian utama dengan tugas pokok menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. Sebagai tindak lanjut dari ketentuan Bab VI (Pasal 18A, dan Pasal 18B) UUD 1945 yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah, yang kemudian ditindaklanjuti dengan ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menegaskan bahwa pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri. Mengacu kepada amanat dimaksud, maka dalam hal pembinaan melalui pengembangan kompetensi, Kementerian Dalam Negeri berperan sebagai kementerian yang mengkoordinasikan penyelenggaraan pengembangan kompetensi di lingkungan Kemendagri dan Pemda. Oleh karena itu, apabila Kementerian/Lembaga bermaksud melakukan pembinaan teknis di bidang kediklatan sampai ke daerah, seyogyanya berkoordinasi dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kemendagri. Sebab penempatan otonomi daerah di dalam lingkungan Kemendagri, membentuk jaringan hubungan inter-kementerian antara kementerian dalam negeri dengan kementerian dan lembaga Negara lainnya. Hubungan itu terbentuk baik pada aras kebijakan maupun pada aras implementasinya. Hubungan itulah yang memosisikan Kemendagri berperan sebagai conductor dan coordinator dalam penyelenggaraan pemerintahan Negara sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 23 Tahun 2014. Peran selaku conductor yaitu menciptakan suatu proses antar kegiatan dengan instrumen yang berbeda dan dilakukan oleh actor yang berlainan secara harmonis sehingga mampu mengoreksi sedini mungkin apabila terdapat “bunyi, nada” yang kurang harmonis guna membangun team work, net work dan kinerja bersama semua komponen dalam mencapai tujuan bersama ke arah yang lebih convergent.
“Kinerja seperti itu hanya mungkin tercapai manakala ada kekuatan yang mampu mengendalikan “orchestra” agar setiap bunyi, nada yang keluar harmonis, merdu dan enak didengar menjadi sebuah simponi. Selanjutnya, peran selaku coordinator yaitu bagaimana mengkoordinasikan kegiatan berdasarkan waktu, ruang (wilayah), dan fungsi masing-masing guna membangun suatu komitmen bersama antar daerah dan antar pusat yang berbeda-beda kondisinya dalam rangka meningkatkan kinerja lembaga diklat di dalam pengembangan kompetensi aparatur pemerintahan. Dengan koordinasi yang demikian, diharapkan proses divergent yang berbeda-beda tersebut berlangsung secara efektif dan efisien” tambahnya sekaligus menutup acara tersebut.