BERITA BPSDM

WHISTLE BLOWING SYSTEM di Kemendagri

WHISTLE BLOWING SYSTEM di Kemendagri

Dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik banyak kendala yang dihadapi, diantaranya adalah penyalahgunaan wewenang, praktek Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), serta lemahnya pengawasan. Reformasi birokrasi merupakan langkah awal dalam penataan sistem pemerintahan yang baik, efektif, dan efisien. Agar program reformasi birokrasi dapat terlaksana dengan baik dibutuhkan dukungan dan peran serta Aparatur Sipil Negara (ASN), salah satunya dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Seperti yang kita ketahui bahwa praktek korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar dan pada akhirnya dapat berdampak pada timbulnya krisis diberbagai bidang.

Untuk mencegah hal tersebut, ASN dapat berpartisipasi dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dengan mencari, memperoleh, memberikan data atau informasi tentang tindak pidana korupsi. Salah satu upaya dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi adalah Whistleblowing System (WBS). Apabila dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, ASN memiliki informasi dan ingin melaporkan perbuatan yang berindikasi terjadinya tindak pidana korupsi, maka ASN dapat menggunakan sarana WBS ini. Dalam Guidelines on Whistleblowing, komisi anti korupsi International Chamber of Commerce menyebutkan bahwa WBS merupakan alat bantu deteksi kecurangan yang cukup efisien dan sebagai bagian dari program internalisasi nilai-nilai integritas dalam diri setiap pegawai (Dhevina, 2016).

 

Apa itu Whistleblowing System ?

            Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 109 Tahun 2017 tentang Kebijakan Pengawasan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Tahun 2018, Whistleblowing System (WBS) adalah sistem pelaporan pelanggaran untuk memudahkan siapa pun yang memiliki informasi dan ingin melaporkan suatu perbuatan berindikasi pelanggaran yang terjadi di lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan. WBS merupakan bagian dari sistem pengendalian internal dalam mencegah praktik penyimpangan dan kecurangan serta memperkuat penerapan praktik tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).

            Dalam WBS, pelapor pelanggaran disebut whistle blower. Whistle Blower adalah seseorang yang melaporkan perbuatan yang berindikasi Tindak Pidana Korupsi (TPK) yang terjadi di dalam organisasi tempatnya bekerja atau pihak terkait lainnya yang ia memiliki akses informasi yang memadai atas terjadinya indikasi tindak pidana korupsi tersebut. Pelaporan pelanggaran dilakukan secara rahasia. Pelaporan harus dilakukan dengan itikad baik dan bukan merupakan suatu keluhan pribadi atas suatu kebijakan tertentu ataupun didasari kehendak buruk/fitnah.

            Perlindungan atas kerahasiaan indentitas Whistle Blower akan diberikan kepada Whistle Blower yang memberikan informasi tentang adanya indikasi TPK yang dilakukan oleh pejabat/pegawai Kementerian Dalam Negeri selama proses pembuktian pengaduan/pelaporan indikasi TPK, sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

 

Unsur Pengaduan

Lingkup pengaduan yang akan ditindaklanjuti meliputi segala tindakan yang menurut undang-undang korupsi mengandung indikasi unsur tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Pengaduan akan mudah ditindaklanjuti apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Masalah yang diadukan (What): berkaitan dengan substansi penyimpangan yang diadukan. Informasi ini berguna dalam hipotesa awal untuk mengungkapkan jenis – jenis penyimpangan yang tidak sesuai dengan ketentuan perundangundangan serta dampak adanya penyimpangan.
  2. Pihak yang bertanggung jawab (Who): berkaitan dengan siapa yang melakukan penyimpangan atau kemungkinan siapa saja yang dapat diduga melakukan penyimpangan, dan pihak-pihak yang terkait yang perlu dimintakan keterangan/penjelasan.
  3. Lokasi kejadian (Where): berkaitan dengan di mana terjadinya penyimpangan (unit kerja). Informasi ini berguna dalam menetapkan ruang lingkup penugasan audit investigatif serta membantu dalam menentukan tempat dimana penyimpangan tersebut terjadi.
  4. Waktu kejadian (When): berkaitan dengan kapan penyimpangan tersebut terjadi. Informasi ini berguna dalam penetapan ruang lingkup penugasan audit investigatif, terkait dengan pengungkapan fakta dan proses kejadian serta pengumpulan bukti dapat diselaraskan dengan kriteria yang berlaku.
  5. Mengapa terjadi penyimpangan (Why): berkaitan dengan informasi penyebab terjadinya penyimpangan, dan mengapa seseorang melakukannya, hal ini berkaitan dengan motivasi seseorang melakukan penyimpangan yang akan mengarah kepada pembuktian unsur niat (intent).
  6. Bagaimana modus penyimpangan (How): berkaitan dengan bagaimana penyimpangan tersebut terjadi. Informasi ini membantu dalam penyusunan modus operandi penyimpangan tersebut serta untuk meyakini penyembunyian (concealment), dan pengkonversian (convertion) hasil penyimpangan.

 

WBS merupakan salah satu sistem untuk menunjang penguatan tata kelola pemerintahan yang baik di lingkungan Kementerian Dalam Negeri. Laporan dari ASN terkait TPK merupakan kunci utama keberhasilan pemberantasan korupsi. Oleh sebab itu, Kementerian Dalam Negeri perlu mempersiapkan pelaksanaan sistem ini dengan baik demi mendorong terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik.

 

Sumber:

  1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  3. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pedoman Umum Sistem Penanganan Pengaduan (Whistleblower System) Tindak Pidana Korupsi di Lingkungan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
  4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 109 Tahun 2017 tentang Kebijakan Pengawasan di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan Tahun 2018.
  5. ICC Guidelines on Whistleblowing (2008)International Chamber of Commerce pada www.iccwbo.org
  6. Institute of Chartered Accountants in England and Wales, ?Guidance for audit committees?, March 2004 dalam ICC Guidelines on Whistleblowing (2008)International Chamber of Commerce pada www.iccwbo.org
  7.  http : // www.knkg-indonesia.org / dokumen / Pedoman- Pelaporan- Pelanggaran- Whistleblowing-System-WBS.pdf.
  8. Dhevina E., Ihsanira. (15 Februari 2016). WHISTLEBLOWING SYSTEM (WBS): Langkah Awal Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi. Diakses 20 Mei 2020. https://setkab.go.id/whistleblowing-system-wbs-langkah-awal-upaya-pencegahan-dan-pemberantasan-korupsi/