Jakarta - Indonesia tengah menyiapkan instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) sebagai instrumen pendanaan alternatif untuk mencapai target perubahan iklim Indonesia, baik Nationally Determined Contribution atau NDC 2030 maupun Net Zero 2060. Guna mendukung implementasi NEK, pemerintah menerapkan Perpres Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Perpres ini menjadi dasar penerapan berbagai instrumen NEK seperti Emission Trading System atau perdagangan emisi, offset crediting atau kredit karbon, dan Pembayaran Berbasis Kinerja atau Result Based Payment.
Untuk itu BPSDM Kemendagri gelar Podcast Bikin Bangga Indonesia bertemakan instrumen Nilai Ekonomi Karbon Menuju Net Zero Emission pada Kamis, 4 Agustus 2022 pukul 09.30 WIB. Podcast yang disiarkan langsung melalui akun youtube BPSDM TV tersebut, mengundang Prof. Dr. Djarot S Wisnubroto selaku Peneliti Senior Badan Riset dan Inovatif Nasional (BRIN) dan dipandu oleh Andromeda Mercury.
"Pemerintah sudah memiliki target pada tahun 2060 kita sudah menggunakan energi yang bersih yang emisi karbonnya rendah", ungkap Djarot.
Masyarakat harus sadar, jika kita tidak melakukan suatu perubahan kebijakan penggunaan energi dari energi fosil ke energi baru yang terbaharukan mungkin akan jauh lebih bermasalah, mulai d?ri global warming, lahan pertanian akan semakin berkurang hingga kemungkinan hilangnya negara-negara kepulauan.
Salah satu kebijakan untuk mendukung Net Zero Emission yaitu Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang ditargetkan pada Tahun 2045. Selain adanya PLTN, pemerintah juga berusaha mengoptimalkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang kedepan akan menjadi energi yang terbaharukan, tambah Djarot.
Kita mampu menghadapi Net Zero Emission, pesan Djarot untuk para ASN Kemendagri. Dengan begitu, ASN yang diwajibkan memiliki pengembangan kompetensi juga diberi pengetahuan tentang Net Zero Emission lalu mambu mengimplementasikannya da?am kehidupan sehari-hari.